Langsung ke konten utama

Untaian Kata Pelajar Yogya-Balai Bahasa Yogyakarta






Setiap tahun, Balai Bahasa Yogyakarta mengadakan pelatihan menulis bagi siswa SMA yang dibagi dalam dua kelas, Bengkel Bahasa (pembinaan penulisan karya tulis berbentuk esai) dan Bengkel Sastra (pembinaan penulisan karya tulis berbentuk fiksi seperti cerpen, puisi, atau drama)—saya kira balai bahasa di kota lain juga ada program semacam ini. Waktu saya kelas XII atau kelas 3 SMA, saya ditunjuk guru Bahasa Indonesia untuk mewakili sekolah mengikuti pelatihan ini. Selama tiga bulan, setiap hari Minggu, saya “sekolah” di Balai Bahasa Yogyakarta (BBY). Dengan bimbingan bapak dan ibu guru tutor, saya berhasil menulis sebuah esai berjudul Gelombang Drama Asia Melanda Dunia yang dimuat dalam buku Antologi Karya Tulis Bengkel Bahasa: Untaian Kata Pelajar Yogya bersama karya 27 anggota Bengkel Bahasa lainnya.
Sepuluh tahun berlalu, belakangan tiba-tiba saya teringat dengan masa-masa indah selama di BBY. Ingin sekali mengikuti lagi program pelatihan menulis semacam itu. Terkadang saya berandai-andai, kalau saja pendidikan wajib itu seperti BBY, yang hanya mengajarkan sesuatu sesuai dengan apa yang diminati, alangkah indahnya (dalam hal ini adalah menulis)... Belajar dengan senang hati, setiap hari bersemangat, dan bebas dari keadaan terpaksa.
Buku ini barangkali sudah tidak bisa didapatkan lagi. Sewaktu saya mencari gambarnya di internet pun tidak ketemu. Saya khawatir sedikit kenangan indah tersebut akan menghilang tanpa jejak, terkubur pada lapisan paling bawah hal-hal baru yang terus bermunculan. Jadi, siapa lagi yang akan mengabadikannya kalau bukan saya? Berharap bisa bertemu kembali dengan kawan-kawan seangkatan saya yang pernah belajar bersama di BBY, pada kelas Bengkel Bahasa 2006.
Biarkanlah melalui tulisan ini saya memanggil mereka.





1 Ardianto Widya Kusuma—SMA Negeri 1 Pakem
2. Duwi Maryati—SMA Negeri 1 Jetis, Bantul
3. Dyah Laksita Fitrianingrum—SMA PIRI 2 Yogyakarta
4. Fitra Sukma Meylia—SMA Negeri 10 Yogyakarta
5. Lintang Pertiwi—SMA Negeri 1 Kasihan. Bantul
6. Rika Andriani—SMA Negeri 1 Godean, Sleman
7. Satrio Agung Nugroho—SMA Negeri 3 Yogyakarta
8. Swandari Auliya Izzati—SMA Negeri 1 Yogyakarta
9. Umar Abdul Aziz—SMK Negeri 2 Wonosari, Gunungkidul
10. Wahyu Setya Putri—SMK Negeri 1 Yogyakarta
11. Dewi Shinta Puspitasari—SMA Negeri 1 Sewon, Bntul
12. Dyah Febri Utami—SMA Negeri 1 Sewon, Bantul
13. Laras Tri Kanti—SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta
14. Zulaikha Pradini—SMK Negeri 5 Kulonprogo
15. Bibit Wiyati—MAN Maguwoharjo Depok, Sleman
16. Fedhi Astuti Hartoyo—SMA Negeri 1 Yogyakarta
17. Fitriatun Nadzifah Zen—SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta
18. Khuldia Indhi—SMA Negeri 1 Yogyakarta
19. M. Erik Nur Hidayat—MAN Yogyakarta 2
20. Nunung Puji Lestari—SMK Negeri 1 Wonosari, Gunungkidul
21. Theresia Widyaninggar—SMA Negeri 11 Yogyakarta
22. Ulfa Isabella—SMA Negeri 4 Yogyakarta
23. Yachinta Triana Puspita—SMA Negeri 2 Wates, Kulonprogo
24. Anisa Luhabsari—SMA Negeri 1 Yogyakarta
25. Heru Aji Jaladara—SMA Marsudi Luhur Yogyakarta
26. Wawan Widyantoro—SMA Negeri 2 Bantul, Yogyakarta
27. Wulanjar Nurhayati—MAN Yogyakarta 1

 Tak lupa para tutor, Pak Sumadi, Bu Wiwin Erni Siti Nurlina, Pak Umar Sidik, Pak Edi Setiyanto, Pak Aprinus Salam, dan Bu Sri Nardiyati. Terima kasih...


Saya dan sahabat saya memiliki sebuah janji untuk menerbitkan buku bersama. Dan doa itu telah dijawab Tuhan pada tahun 2016 ini. Bila saya menerbitkan buku pelajaran bahasa Indonesia, maka dia menerbitkan buku pelajaran bahasa Korea.
Sahabatku, biarlah terbitnya kedua buku tersebut menjadi pengikat persahabatan kita...

Sumber foto: Dokumen pribadi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pinjam Bukunya, Dong!

"Pinjam bukunya, dong!" Bagaimana reaksi teman-teman jika ada yang mengungkapkan kalimat itu? Meminjamkan buku dengan senang hati? Meminjamkan buku dengan waswas dan kasih pesan atau peringatan macam-macam? Atau menolak sama sekali? Kalau saya, ambil pilihan ketiga: menolak sama sekali. Saya paling anti meminjamkan buku pada orang lain. Silakan bilang saya pelit, sok, gaya, atau apa pun. Tapi saya jadi pelit bukan tanpa alasan. Banyak pengalaman buruk saya berhubungan dengan pinjam-meminjam buku. Buku kembali dalam keadaan lecek/lusuh, rusak, dicoret-coret, bahkan tidak kembali. Dulu saya tidak terlalu peduli ketika buku yang dipinjam rusak atau tidak kembali. Tapi sekarang buku menjadi benda kesayangan yang setelah diadopsi saya rawat dan jaga baik-baik. Jadi jika sampai terjadi kerusakan atau kehilangan pada buku yang dipinjam, jangan salahkan jika saya jadi galak!  Buku saya yang rusak setelah dipinjam teman Foto di atas adalah contoh buku yang ...

Mengenal GERD-Anxiety, dan Adenomiosis

Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis Penulis: ShytUrtle Penerbit: Pena Borneo, Februari 2019 (Cetakan Pertama) Tebal: 285 halaman ISBN: 978-602-5987-28-1 Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis  (selanjutnya, demi kemudahan, saya singkat judul buku ini menjadi AGAA) adalah buku yang menceritakan pengalaman penulisnya (ShytUrtle atau U) selama menderita ketiga penyakit tersebut. Ditulis dengan format seperti buku harian, kita seperti dibawa singgah ke Malang, tanah kelahiran U. Kemudian diperlihatkan kehidupan sehari-hari U yang harus bersahabat dengan GERD-anxiety dan adenomiosis. Banyak sekali pengetahuan yang saya dapat usai membaca AGAA, di samping sederet istilah-istilah kesehatan yang rumit. Diuraikan dengan bahasa sederhana, tapi enak diikuti dan tidak membosankan. Sungguh kagum saya pada U karena bisa dengan tegar menjalani hari-harinya setelah divonis menderita sakit GERD dan kawan-kawan. Selama membaca AGAA rasanya saya seperti ikut merasakan seluruh kesakitan, kesedi...

Kan, Masih Anak-Anak!

Anak-anak selalu digambarkan sebagai sosok yang aktif, lucu, menggemaskan, manja, dan nakal. Kata terakhir inilah yang mengendap begitu lama dalam pikiran saya, sehingga membuat saya tergelitik untuk membuat tulisan ini. Sampai sejauh mana kenakalan anak-anak masih bisa ditolerir, dianggap wajar? Ada seorang ibu yang berkunjung ke rumah temannya sambil membawa anak kecil. Anaknya sangat aktif, tidak bisa diam. Berlarian ke sana kemari sambil memegang barang-barang milik tuan rumah. Apa saja dipegang. Gelas minuman, toples makanan, helm, hiasan pajangan, keramik ... Sepasang mata sang tuan rumah--yang juga perempuan--tak lepas mengawasi sambil berusaha mendengarkan apa yang dibicarakan tamunya. Sesekali tersenyum. Namun hatinya berbisik waswas, Aduh, nanti kalau pecah bagaimana, ya? Sementara ibu tamu tetap duduk manis di sebelah tuab rumah, mengobrol dengan serunya. Hanya sesekali berseru, "Adek, jangan! Ayo kembalikan! Jangan ke sana-sana, tidak boleh!" ...