Langsung ke konten utama

Lorosae My Love - Mengejar Cinta ke Bumi Timor Leste

Judul: Lorosa'e: My Love
Penulis: Riskaninda Maharani
Penerbit: Araska Publisher
Tebal: 252 halaman
Cetakan: Pertama, November, 2017
ISBN: 978-602-300-432-4


Lorosa'e: My Love adalah sebuah novel cinta dewasa yang mengambil setting di Timor Leste dan Malang. Cukup menarik karena Timor Leste termasuk jarang diangkat ke dalam novel. Inilah yang membuat Lorosa'e: My Love berbeda dari novel-novel kebanyakan.

Mengisahkan tentang Dee, gadis petualang cinta dari Indonesia yang jatuh hati pada pemuda Timor Timur bernama Zil. Gejolak perasaan yang begitu menggelora dan sulit dikendalikan membuat Dee terseret pesona pria itu, membawanya serta ke Timor Leste. Berharap kebahagiaan akan merengkuhnya dengan diakui sebagai anggota keluarga Zil secara adat.

Namun baru beberapa hitungan hari, Dee melihat perangai Zil berubah menjadi kasar. Memukul, menendang, dan berbagai siksaan fisik sering kali dilayangkan ke tubuh Dee dengan ringan--hingga berdarah-darah. Hanya karena masalah sepele, memecahkan piring, misalnya.

Dee merasa lebih tidak dihargai lagi ketika Zil memperkenalkan seorang wanita bernama Mona yang diakui sebagai istri. Ya, karena Dee tak bisa memberikan seorang anak, Zil mencari wanita lain untuk mengandung dan melahirkan anak-anaknya kelak. Dee menjadi "turun pangkat" tak lebih seperti seorang budak.

Hukum adat Timor Leste telah mencengkeram Dee begitu kuat, menjadi penjara tak terlihat baginya. Setelah menunggu-nunggu, kesempatan untuk kabur pun datang. Dengan membonceng motor seorang kenalan, Dee pergi ke Kedutaan Besar Indonesia di Timor Leste. Gadis itu kembali ke tanah air dengan membawa berjuta luka.

Menggunakan sudut pandang orang pertama dan kedua dengan tokoh yang berbeda-beda sempat membuat saya bingung. Untung saya segera melihat tulisan Dee's Side, Zil's Side, dan tokoh lain pada setiap pergantian sudut pandang. Karena tulisannya terlalu kecil, saya nyaris tak melihatnya di awal bab. Butuh konsentrasi tinggi untuk membaca novel ini, tapi saya acungi jempol untuk penggunaan POV 1 dan 2-nya. Seolah-olah pengarang berdialog dengan pembaca sebagai tokoh kedua.

Sebenarnya menurut saya pergantian sudut pandang cukup pada Zil dan Dee saja. Penulis sempat memberi peringatan bahwa cerita ini mengandung adegan dewasa. Sampai saya penasaran, seperti apa sih, adegan dewasanya? Tapi setelah membacanya, saya merasa adegan-adegan mesra di Lorosa'e: My Love masih wajar. Cukup sopan bila dibandingkan dengan novel-novel dari negara Barat yang sangat blak-blakan dan liar untuk penggambaran adegan dewasa.

Saya justru tidak tahan ketika novel ini mendeskripsikan adegan kekerasan yang dilakukan Zil pada Dee. Memukul, menendang, memelesakkannya ke tembok... sampai saya ikut ngilu sendiri. Saya pikir, apakah Dee dan Zil ini sakit jiwa? Jika memang cinta, kenapa sampai tega menyiksa orang terkasih sampai begitu rupa? Dan apakah cinta demikian buta, hingga rela saja diperlakukan tidak manusiawi oleh pasangan? (Beuuhhh... kalau saya jadi Dee, jangankan dipukul atau ditendang, ditampar sekali saja akan langsung saya tinggal minggat orang yang bilang cinta itu! Bodo amat! Cinta yang sudah mengancam nyawa, bukan cinta lagi namanya!)

Sebenarnya saya berharap kisah Dee saat di Timor Leste diceritakan lebih banyak dan lebih mendetail. Yang di Malang saja dikurangi porsinya. Karena novel ber-setting Timor Leste itu kan, jarang. Membuat orang jadi lebih penasaran tentang keseharian penduduk aslinya atau adat-istiadatnya. 

Hubungan antara Dee dan Junimal mestinya bisa ditegaskan lagi. Apakah mereka akhirnya jadi sepasang kekasih? Menikah? Atau teman tapi mesra?


Nah, itulah ulasan singkat saya untuk novel Lorosa'e My Love. Bagi penulisnya, kalau ada kata-kata yang kurang berkenan, tidak usah diambil hati, ya. 😊





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pinjam Bukunya, Dong!

"Pinjam bukunya, dong!" Bagaimana reaksi teman-teman jika ada yang mengungkapkan kalimat itu? Meminjamkan buku dengan senang hati? Meminjamkan buku dengan waswas dan kasih pesan atau peringatan macam-macam? Atau menolak sama sekali? Kalau saya, ambil pilihan ketiga: menolak sama sekali. Saya paling anti meminjamkan buku pada orang lain. Silakan bilang saya pelit, sok, gaya, atau apa pun. Tapi saya jadi pelit bukan tanpa alasan. Banyak pengalaman buruk saya berhubungan dengan pinjam-meminjam buku. Buku kembali dalam keadaan lecek/lusuh, rusak, dicoret-coret, bahkan tidak kembali. Dulu saya tidak terlalu peduli ketika buku yang dipinjam rusak atau tidak kembali. Tapi sekarang buku menjadi benda kesayangan yang setelah diadopsi saya rawat dan jaga baik-baik. Jadi jika sampai terjadi kerusakan atau kehilangan pada buku yang dipinjam, jangan salahkan jika saya jadi galak!  Buku saya yang rusak setelah dipinjam teman Foto di atas adalah contoh buku yang ...

Mengenal GERD-Anxiety, dan Adenomiosis

Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis Penulis: ShytUrtle Penerbit: Pena Borneo, Februari 2019 (Cetakan Pertama) Tebal: 285 halaman ISBN: 978-602-5987-28-1 Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis  (selanjutnya, demi kemudahan, saya singkat judul buku ini menjadi AGAA) adalah buku yang menceritakan pengalaman penulisnya (ShytUrtle atau U) selama menderita ketiga penyakit tersebut. Ditulis dengan format seperti buku harian, kita seperti dibawa singgah ke Malang, tanah kelahiran U. Kemudian diperlihatkan kehidupan sehari-hari U yang harus bersahabat dengan GERD-anxiety dan adenomiosis. Banyak sekali pengetahuan yang saya dapat usai membaca AGAA, di samping sederet istilah-istilah kesehatan yang rumit. Diuraikan dengan bahasa sederhana, tapi enak diikuti dan tidak membosankan. Sungguh kagum saya pada U karena bisa dengan tegar menjalani hari-harinya setelah divonis menderita sakit GERD dan kawan-kawan. Selama membaca AGAA rasanya saya seperti ikut merasakan seluruh kesakitan, kesedi...

Kan, Masih Anak-Anak!

Anak-anak selalu digambarkan sebagai sosok yang aktif, lucu, menggemaskan, manja, dan nakal. Kata terakhir inilah yang mengendap begitu lama dalam pikiran saya, sehingga membuat saya tergelitik untuk membuat tulisan ini. Sampai sejauh mana kenakalan anak-anak masih bisa ditolerir, dianggap wajar? Ada seorang ibu yang berkunjung ke rumah temannya sambil membawa anak kecil. Anaknya sangat aktif, tidak bisa diam. Berlarian ke sana kemari sambil memegang barang-barang milik tuan rumah. Apa saja dipegang. Gelas minuman, toples makanan, helm, hiasan pajangan, keramik ... Sepasang mata sang tuan rumah--yang juga perempuan--tak lepas mengawasi sambil berusaha mendengarkan apa yang dibicarakan tamunya. Sesekali tersenyum. Namun hatinya berbisik waswas, Aduh, nanti kalau pecah bagaimana, ya? Sementara ibu tamu tetap duduk manis di sebelah tuab rumah, mengobrol dengan serunya. Hanya sesekali berseru, "Adek, jangan! Ayo kembalikan! Jangan ke sana-sana, tidak boleh!" ...