Langsung ke konten utama

MALU DAN TAKUT

"Jika orang sudah tidak punya rasa malu dan takut, maka dunia ini hancur."


Itu kata wali kelas saya bertahun-tahun yang lalu. Diucapkan sekali saja, tapi entah kenapa langsung tertancap di pikiran saya. Yang pada saat pertama kali saya mendengarnya, langsung mbatin, 'Kenapa sih, kok, malu dan takut? Kenapa bukan yang lain?'

Kemudian baru terjawab bulan ini ketika saya membaca dua buku motivasi islami yang semuanya menyinggung tentang rasa malu.

"Jika tidak malu, berbuatlah semaumu."

"Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu."

Oh... jadi ini yang dimaksud Pak Wali Kelas dulu.

Atau kata-kata yang sering dilontarkan orang,

"Jangan begitu, ah, malu.
"Jangan malu-maluin."

Ada juga yang biasa diucapkan dengan nada tinggi, 

"Dasar tidak tahu malu!"

Langsung saja saya flash back ke masa lalu. Menggali hal memalukan apa saja yang pernah dilakukan--sendiri, maupun berkaitan dengan orang lain.

Ah, seandainya saya memahami kalimat yang diucapkan Pak Wali Kelas lebih awal.

Jika saja saya mengetahui hadist tentang rasa malu itu lebih dulu.

Mungkin episode-episode memalukan di masa lalu kehidupan saya bisa terhindarkan. Memang  hal memalukan yang pernah saya lakukan tarafnya tidak sampai sedemikian parah hingga merusak atau merampas hak orang lain.

Tapi jika diingat-ingat lagi tetap saja ..., memalukan! Rasa malu itu lalu diikuti dengan perasaan bersalah yang tak kunjung henti dan menyiksa. Apalagi saya memang tipe pemikir yang apa-apa dipikirkan.

Lalu tanpa dikehendaki pikiran merembet ke orang lain--demi menghibur diri sendiri.

• "Tidak apa-apa. Itu si A malah lebih parah dari kamu dulu. Tiap ketemu teman pinjam ini itu nggak pernah balik. Ngilangin barang tanpa rasa bersalah."

• "Masih mending kamu, mau beli apa-apa usaha sendiri. Itu si B umurnya lebih tua dari kamu, tinggal sama orang tua, minta motor sama orang tua pun seperti tukang palak."

• "Memang dulu kamu pernah ngomong kasar. Tapi kan, sekali saja, pas benar-benar marah--itu pun gara-gara dipancing sama orang. Itu si C tiap hari ngomong jorok juga enteng."

Sejenak saya merasa aman dengan bisikan-bisikan itu. Namun segera menemukan ada yang salah. Masa iya, saya merasa lebih baik hanya karena ada orang lain yang perilakunya lebih buruk dari saya? Pantaskah?

Bagaimana dengan orang tidak punya malu dalam taraf lebih parah? Kasus lebih serius? Bukankah semua hal besar berawal dari hal kecil? Masalah besar berawal dari masalah kecil?

▪︎"Masih mending kamu cuma membunuh satu orang, itu si A malah sudah membunuh sepuluh orang."

▪︎"Mencuri panci itu sih, bukan masalah besar. Si B kemarin ketahuan curi kulkas sampai digebukin massa."

▪︎"Kamu maki-maki orang di medsos? Gampanglah itu. Besok orangnya sudah lupa. Si artis C kemarin dituntut melakukan pencemaran nama baik karena salah omong di tv."

Ah... saya harap besok-besok setiap kali mau melakukan sesuatu selalu tanya pada diri sendiri, "Kamu malu tidak melakukan ini?" Karena terkadang kalau orang sudah tidak punya malu, ancaman dosa pun terasa seperti angin.


Sumber gambar: PIXABAY

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pinjam Bukunya, Dong!

"Pinjam bukunya, dong!" Bagaimana reaksi teman-teman jika ada yang mengungkapkan kalimat itu? Meminjamkan buku dengan senang hati? Meminjamkan buku dengan waswas dan kasih pesan atau peringatan macam-macam? Atau menolak sama sekali? Kalau saya, ambil pilihan ketiga: menolak sama sekali. Saya paling anti meminjamkan buku pada orang lain. Silakan bilang saya pelit, sok, gaya, atau apa pun. Tapi saya jadi pelit bukan tanpa alasan. Banyak pengalaman buruk saya berhubungan dengan pinjam-meminjam buku. Buku kembali dalam keadaan lecek/lusuh, rusak, dicoret-coret, bahkan tidak kembali. Dulu saya tidak terlalu peduli ketika buku yang dipinjam rusak atau tidak kembali. Tapi sekarang buku menjadi benda kesayangan yang setelah diadopsi saya rawat dan jaga baik-baik. Jadi jika sampai terjadi kerusakan atau kehilangan pada buku yang dipinjam, jangan salahkan jika saya jadi galak!  Buku saya yang rusak setelah dipinjam teman Foto di atas adalah contoh buku yang ...

Mengenal GERD-Anxiety, dan Adenomiosis

Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis Penulis: ShytUrtle Penerbit: Pena Borneo, Februari 2019 (Cetakan Pertama) Tebal: 285 halaman ISBN: 978-602-5987-28-1 Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis  (selanjutnya, demi kemudahan, saya singkat judul buku ini menjadi AGAA) adalah buku yang menceritakan pengalaman penulisnya (ShytUrtle atau U) selama menderita ketiga penyakit tersebut. Ditulis dengan format seperti buku harian, kita seperti dibawa singgah ke Malang, tanah kelahiran U. Kemudian diperlihatkan kehidupan sehari-hari U yang harus bersahabat dengan GERD-anxiety dan adenomiosis. Banyak sekali pengetahuan yang saya dapat usai membaca AGAA, di samping sederet istilah-istilah kesehatan yang rumit. Diuraikan dengan bahasa sederhana, tapi enak diikuti dan tidak membosankan. Sungguh kagum saya pada U karena bisa dengan tegar menjalani hari-harinya setelah divonis menderita sakit GERD dan kawan-kawan. Selama membaca AGAA rasanya saya seperti ikut merasakan seluruh kesakitan, kesedi...

Kan, Masih Anak-Anak!

Anak-anak selalu digambarkan sebagai sosok yang aktif, lucu, menggemaskan, manja, dan nakal. Kata terakhir inilah yang mengendap begitu lama dalam pikiran saya, sehingga membuat saya tergelitik untuk membuat tulisan ini. Sampai sejauh mana kenakalan anak-anak masih bisa ditolerir, dianggap wajar? Ada seorang ibu yang berkunjung ke rumah temannya sambil membawa anak kecil. Anaknya sangat aktif, tidak bisa diam. Berlarian ke sana kemari sambil memegang barang-barang milik tuan rumah. Apa saja dipegang. Gelas minuman, toples makanan, helm, hiasan pajangan, keramik ... Sepasang mata sang tuan rumah--yang juga perempuan--tak lepas mengawasi sambil berusaha mendengarkan apa yang dibicarakan tamunya. Sesekali tersenyum. Namun hatinya berbisik waswas, Aduh, nanti kalau pecah bagaimana, ya? Sementara ibu tamu tetap duduk manis di sebelah tuab rumah, mengobrol dengan serunya. Hanya sesekali berseru, "Adek, jangan! Ayo kembalikan! Jangan ke sana-sana, tidak boleh!" ...