Langsung ke konten utama

Macet Menulis? Bye bye!



Tulisan sudah dapat dua sampai tiga paragraf, dua sampai tiga halaman, atau dua sampai tiga bab, tiba-tiba bingung mau bagaimana lagi? Mau dilanjut seperti apa, ya, ceritanya? Macet. Buntu. Kehabisan kata-kata. Ide tak bisa keluar. Semua itu sangat menyebalkan. Tidak jarang karena bingung memikirkan kata-kata, kalimat, dan jalan cerita, kemacetan akan berlangsung hingga berjam-jam, atau berhari-hari, atau berbulan-bulan (nggak jadi nulis, dong?) Tenang! Ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mengatasi macet menulis ini.




1. Membuat outline atau kerangka karangan
Ini tips paling klasik yang sudah kita pelajari sejak zaman sekolah. Yang tidak tahu outline berarti dulu tidak mendengarkan penjelasan guru pelajaran bahasa Indonesia. Outline adalah garis besar tulisan. Istilah outline lebih sering digunakan untuk tulisan nonfiksi (karya ilmiah, esai, buku pelajaran, dan lain-lain). Biasanya penerbit tulisan jenis nonfiksi akan meminta penulis mengirimkan outline lebih dulu untuk dipertimbangkan daripada naskah utuh yang memerlukan waktu lama untuk membacanya.
Sedangkan untuk karya fiksi (novel, roman, atau cerpen), rencana cerita disebut kerangka karangan. Misalnya kita ingin membuat novel tentang patah hati, tinggal tuliskan saja kerangka karangan seperti berikut.

Hati Rontok Enggan Bersemi Kembali
-Seorang gadis bertemu dengan seorang pemuda tampan, keren, cool dan kaya. Ia jatuh cinta dengan pemuda itu pada pandangan pertama.
-Si gadis memberanikan diri mengajak berkenalan lebih dulu.
-Setelah bertukar nomor ponsel, mereka janjian bertemu di sebuah kafe.
-Si gadis mempersiapkan diri untuk pertemuan itu dengan sebaik-baiknya.
-Pada hari yang telah ditentukan, si gadis dan si pemuda benar-benar bertemu. Tapi ternyata si pemuda mengajak perempuan lain yang ternyata adalah tunangannya.
-Maka sepulang dari kafe, si gadis mengalami hujan air mata di bawah pohon yang rontok serontok hatinya.


Tentu saja kerangka karangan itu masih harus dikembangkan. Dibuat lebih detail dan lebih panjang hingga menjadi sebuah cerita apik nan menarik. Bukan tidak mungkin cerita kita akan berubah di tengah kepenulisan. Tapi jika sudah dibuat outline, perubahan tidak sampai melenceng terlalu jauh dan tetap pada jalurnya. Intinya, outline atau kerangka karangan berfungsi sebagai alat bantu agar kita tidak mengalami kemacetan parah pada saat menulis. Bagi penulis profesional sih, sudah tidak perlu coret-coret outline atau kerangka karangan.
2. Pikirkan cerita dari awal sampai akhir
Sebenarnya ini hampir mirip dengan membuat outline atau kerangka karangan. Hanya saja rencana cerita cukup disimpan di otak tanpa perlu memikirkannya. Pikirkan cerita dari awal sampai akhir, jangan mulai menulis sebelum tahu gambaran cerita dengan jelas. Cara ini akan meminimalisir kemacetan saat menulis.
3. Lakukan riset total sebelum menulis
Sebelum menulis, penulis harus melakukan riset tentang apa yang akan ditulisnya. Baik penulis nonfiksi maupun fiksi tak boleh mengabaikan riset. Daripada tulisan kita tersendat di tengah jalan gara-gara ada hal yang tidak diketahui atau ragu-ragu tentang suatu hal, sebaiknya lakukan riset secara menyeluruh sebelum mulai menulis. Kumpulkan bahan sebanyak-banyaknya dari buku, internet, wawancara narasumber atau observasi lapangan. Baru setelah itu mulai menulis. 

Sumber gambar: PIXABAY

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pinjam Bukunya, Dong!

"Pinjam bukunya, dong!" Bagaimana reaksi teman-teman jika ada yang mengungkapkan kalimat itu? Meminjamkan buku dengan senang hati? Meminjamkan buku dengan waswas dan kasih pesan atau peringatan macam-macam? Atau menolak sama sekali? Kalau saya, ambil pilihan ketiga: menolak sama sekali. Saya paling anti meminjamkan buku pada orang lain. Silakan bilang saya pelit, sok, gaya, atau apa pun. Tapi saya jadi pelit bukan tanpa alasan. Banyak pengalaman buruk saya berhubungan dengan pinjam-meminjam buku. Buku kembali dalam keadaan lecek/lusuh, rusak, dicoret-coret, bahkan tidak kembali. Dulu saya tidak terlalu peduli ketika buku yang dipinjam rusak atau tidak kembali. Tapi sekarang buku menjadi benda kesayangan yang setelah diadopsi saya rawat dan jaga baik-baik. Jadi jika sampai terjadi kerusakan atau kehilangan pada buku yang dipinjam, jangan salahkan jika saya jadi galak!  Buku saya yang rusak setelah dipinjam teman Foto di atas adalah contoh buku yang ...

Mengenal GERD-Anxiety, dan Adenomiosis

Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis Penulis: ShytUrtle Penerbit: Pena Borneo, Februari 2019 (Cetakan Pertama) Tebal: 285 halaman ISBN: 978-602-5987-28-1 Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis  (selanjutnya, demi kemudahan, saya singkat judul buku ini menjadi AGAA) adalah buku yang menceritakan pengalaman penulisnya (ShytUrtle atau U) selama menderita ketiga penyakit tersebut. Ditulis dengan format seperti buku harian, kita seperti dibawa singgah ke Malang, tanah kelahiran U. Kemudian diperlihatkan kehidupan sehari-hari U yang harus bersahabat dengan GERD-anxiety dan adenomiosis. Banyak sekali pengetahuan yang saya dapat usai membaca AGAA, di samping sederet istilah-istilah kesehatan yang rumit. Diuraikan dengan bahasa sederhana, tapi enak diikuti dan tidak membosankan. Sungguh kagum saya pada U karena bisa dengan tegar menjalani hari-harinya setelah divonis menderita sakit GERD dan kawan-kawan. Selama membaca AGAA rasanya saya seperti ikut merasakan seluruh kesakitan, kesedi...

Kan, Masih Anak-Anak!

Anak-anak selalu digambarkan sebagai sosok yang aktif, lucu, menggemaskan, manja, dan nakal. Kata terakhir inilah yang mengendap begitu lama dalam pikiran saya, sehingga membuat saya tergelitik untuk membuat tulisan ini. Sampai sejauh mana kenakalan anak-anak masih bisa ditolerir, dianggap wajar? Ada seorang ibu yang berkunjung ke rumah temannya sambil membawa anak kecil. Anaknya sangat aktif, tidak bisa diam. Berlarian ke sana kemari sambil memegang barang-barang milik tuan rumah. Apa saja dipegang. Gelas minuman, toples makanan, helm, hiasan pajangan, keramik ... Sepasang mata sang tuan rumah--yang juga perempuan--tak lepas mengawasi sambil berusaha mendengarkan apa yang dibicarakan tamunya. Sesekali tersenyum. Namun hatinya berbisik waswas, Aduh, nanti kalau pecah bagaimana, ya? Sementara ibu tamu tetap duduk manis di sebelah tuab rumah, mengobrol dengan serunya. Hanya sesekali berseru, "Adek, jangan! Ayo kembalikan! Jangan ke sana-sana, tidak boleh!" ...