Dulu saya adalah penonton setia sinetron negeri ini. Namun sejak tahun 2000 ke atas tidak lagi. Selain karena sudah berpindah halauan, saya merasa semakin lama cerita sinetron semakin tidak bermutu.
Ambillah contoh sinetron atau film televisi yang memiliki label "religi" dan menjadi andalan sebuah stasiun televisi swasta. Judulnya panjang bak gerbong kereta api. Nah, sudah tahu kan, maksud saya yang mana? Bungkusnya saja religi. Tapi isinya? Ceritanya? Selalu berputar pada orang-orang yang jahat-menjahati, saling menzalimi satu sama lain.
Misalnya suami jahat pada istrinya, istri judes pada suaminya, menantu kurang ajar pada mertua, mertua sadis pada menantu, anak durhaka pada orangtua, atau orangtua sia-sia pada anak. Di dalam satu keluarga pasti ada anggota yang jahatnya luaarrrr... biasa, melampaui batas. Sampai-sampai membuat penonton bertanya-tanya, ini manusia atau setan?
Selain itu cobalah perhatikan, amati film religi ini dari awal sampai akhir. Atau tak perlulah Anda menontonnya. Nyalakan tv, naikkan volume suara. Duduk di tempat yang Anda tak bisa melihat layar tv dan dengarkan baik-baik. Suaranya tak lain hanya orang teriak-teriak, marah-marah emosi! Selain itu? Nangis-nangis a la orang teraniaya.
Kebetulan salah satu anggota di keluarga saya adalah penggemar berat sinetron religi berjudul panjang-panjang ini. Suatu ketika dia cuti kerja. Selama beberapa hari di rumah, dari pagi menjelang matahari terbit sampai sore menjelang azan magrib berkumandang, layar tv on menayangkan sinetron religi berjudul panjang. Saya berada di kamar lain. Tidak menonton, hanya tanpa sengaja mendengar dialog-dialog dari sinetron religi tersebut.
Asli, SAYA STRES!
Setiap saat dengar orang teriak-teriak dan marah-marah. Membuat saya ingin balas membentak, "Hush! Diam! Jangan marah-marah terus!" Padahal cuma sinetron, lho!
Saya menyuruh saudara saya ganti channel, tapi dia tidak mau. "Jangan diganti! Ini tuh, 'azab'. Kisah nyata! Biar kita mawas diri dan tahu kalau orang jahat itu hukumannya seperti apa."
Halaahhh...!
Semua orang juga tahu kalau sinetron berembel-embel "azab", "kisah nyata" dan lain sebagainya, pasti didramatisir, ditambah bumbu di sana-sini! Saya sampai kepikiran untuk bikin pengaduan ke KPI. (Lha, habis gimana? Saya tuh, stres tiap hari dengar sinetron marah-marah dan teriak-teriak! Ini beneran lho, bukan lebay!)
Tapi baiklah, daripada nambah-nambahi pr dan bikin pusing Bapak-Bapak KPI yang terhormat, lebih baik saya tulis uneg-uneg di blog pribadi dulu. Siapa tahu ada yang bisa diajak bertukar pikiran.
Untuk para kru sinetron religi yang judulnya panjang bak gerbong kereta api. Saya bukannya melarang Anda-Anda bikin sinetron. (Ya tidak melarang, sih. Memangnya apa hak saya mau larang-larang orang?) Tapi tolong dong, kualitasnya sedikit diperbaiki.
Buatlah cerita "religi" yang wajar. Jangan berlebihan. Misalnya pada penggambaran tokoh antagonis. Jika tokoh A tidak suka pada tokoh B atau C. Masa iya, mengungkapkan rasa tidak suka atau kebencian secara frontal di hadapan orang itu? Sejahat-jahatnya orang pasti masih punya hati nurani, kan? Gambarkan manusia sebagaimana layaknya manusia.
Kemudian, adegannya jangan teriak-teriak dan marah-marah terus! Mau bikin penonton darah tinggi, apa? Juga untuk tokoh protagonis yang digambarkan selalu dalam keadaan teraniaya, hingga menangis di setiap scene .... Saya mau tanya, memangnya ukuran "orang baik" dalam agama (Islam) selalu begitu, ya? Harus diam kalau dijahati, tidak boleh melawan, pasrah biarpun diinjak-injak, dan hanya boleh menangis di kesunyian.
Sekali-kali buatlah sinetron religi yang antartokohnya saling menyayangi, baik, tidak hobi teriak-teriak dan marah-marah, dengan tokoh protagonis yang kuat, pantang menyerah, optimis, dan ceria.
Lho, nanti tidak ada konflik?
Siapa bilang!
Konflik tercipta bisa dari banyak jalan. Ayolah! Lebih kreatif sedikit!
Sumber gambar: PIXABAY
Sumber gambar: PIXABAY
Komentar
Posting Komentar