Langsung ke konten utama

Meniti Kisah Penuh Hikmah Melalui MERENGKUH HIDAYAH

MERENGKUH HIDAYAH

Penulis: Alina Widya | Anisya Dimyati | Ari Madega | Art Melo | Ayu Hidayah | Deasy Hana | Fitriani Umar | Ika Nurmaya | Ira Rosalita | Isti Syarifah | Liana Safitri | Meliawati Adi Permitasari | Nurasia Natsir | Silvia Destriani | Siti Nurun Na'imah | Syarifah Nurhafzhiyah | Sri Widyowati Kinasih | Yesi Armand Sha | Yunita Purnamasari

Penerbit: JWriting Soul Publishing
Cetakan: Pertama, Juli 2020
Tebal: 195 halaman


Iman Islam adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Namun sebagai manusia biasa tempat khilaf dan dosa, tak jarang kita melalaikan nikmat yang satu ini.

Di dalam buku Merengkuh Hidayah kita dapat menemukan beragam kisah tentang bagaimana yang tersesat menemukan jalan kembali menuju cahaya Ilahi.

Mengenakan jilbab yang merupakan kewajiban bagi seorang muslimah, ternyata mendapat hambatan justru dari orang-orang terdekat. Perjuangan saudara-saudara muslimah untuk tetap istiqomah menutup aurat sungguh membuat hati terhentak. Bagaimana Islam sungguh memuliakan kaum wanita, tapi yang dimuliakan itu tak jarang menolak. Bagi yang berdakwah, mencoba menyampaikan kebaikan meskipun hanya satu ayat yang dia ketahui, harus siap menghadapi cibiran dari keluarga, teman, dan tetangga.

Dari sembilan belas kisah yang ada dalam buku Merengkuh Hidayah, saya cukup terkesan dengan InsyaAllah Cinta dari Alina Widya. Seorang wanita berusia tiga puluhan yang baru saja bercerai, lalu menjalin pertemanan dengan seorang pria dari India melalui dunia maya. 

Surat Untuk Cucuku karya Yunita Purnamasari membuat saya terenyak. Bagaimanapun kita tidak boleh menelan begitu saja semua "ilmu-ilmu modern". Sebagai seorang muslim, mestinya Al-Qur'an dan hadis menjadi rujukan utama.

Masih ada pula kisah tentang perjuangan seseorang untuk kembali kepada takdirnya sebagai seorang wanita. Tak kalah menarik juga cerita tentang wanita malam yang mendengar suara-suara dari tembok kamar.


Jangan lupa juga cerita sederhana dari saya, Kepada Yang Maha Cinta: Terimalah Aku Kembali. Cerita ini ditulis sebagai pengingat untuk diri saya sendiri agar saya tidak lupa pada Yang Maha Cinta. Yang sampai saat ini, betapa pun berliku hidup saya, betapa pun banyak rasa sakit yang mendera, dan betapa pun sering saya berbuat alpa, Dia selalu mencurahkan cinta tiada habis-habisnya. 

Kelak suatu saat jika saya akan "melenceng" lagi, lalu membaca tulisan saya sendiri di buku ini, rasa malu akan menghalangi saya. Karena malu adalah bagian dari iman.

Cerita yang saya tulis dalam buku ini juga menjadi catatan untuk mengenang satu hari yang sangat mengesankan bersama sahabat saya.

Kalau saja kisah-kisah tentang "hidayah" semacam ini lebih banyak ditulis dan lebih banyak disebarkan ....

Komentar

  1. Alhamdulillah banget bisa Sebuku dengan penulis yang tulisannya cetar. Salam santun dan sukses mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah... senang bisa bertambah teman melalui buku ini. Kita sama-sama belajar, ya.

      Tulisannya Mbak yang judulnya apa?

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pinjam Bukunya, Dong!

"Pinjam bukunya, dong!" Bagaimana reaksi teman-teman jika ada yang mengungkapkan kalimat itu? Meminjamkan buku dengan senang hati? Meminjamkan buku dengan waswas dan kasih pesan atau peringatan macam-macam? Atau menolak sama sekali? Kalau saya, ambil pilihan ketiga: menolak sama sekali. Saya paling anti meminjamkan buku pada orang lain. Silakan bilang saya pelit, sok, gaya, atau apa pun. Tapi saya jadi pelit bukan tanpa alasan. Banyak pengalaman buruk saya berhubungan dengan pinjam-meminjam buku. Buku kembali dalam keadaan lecek/lusuh, rusak, dicoret-coret, bahkan tidak kembali. Dulu saya tidak terlalu peduli ketika buku yang dipinjam rusak atau tidak kembali. Tapi sekarang buku menjadi benda kesayangan yang setelah diadopsi saya rawat dan jaga baik-baik. Jadi jika sampai terjadi kerusakan atau kehilangan pada buku yang dipinjam, jangan salahkan jika saya jadi galak!  Buku saya yang rusak setelah dipinjam teman Foto di atas adalah contoh buku yang ...

Mengenal GERD-Anxiety, dan Adenomiosis

Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis Penulis: ShytUrtle Penerbit: Pena Borneo, Februari 2019 (Cetakan Pertama) Tebal: 285 halaman ISBN: 978-602-5987-28-1 Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis  (selanjutnya, demi kemudahan, saya singkat judul buku ini menjadi AGAA) adalah buku yang menceritakan pengalaman penulisnya (ShytUrtle atau U) selama menderita ketiga penyakit tersebut. Ditulis dengan format seperti buku harian, kita seperti dibawa singgah ke Malang, tanah kelahiran U. Kemudian diperlihatkan kehidupan sehari-hari U yang harus bersahabat dengan GERD-anxiety dan adenomiosis. Banyak sekali pengetahuan yang saya dapat usai membaca AGAA, di samping sederet istilah-istilah kesehatan yang rumit. Diuraikan dengan bahasa sederhana, tapi enak diikuti dan tidak membosankan. Sungguh kagum saya pada U karena bisa dengan tegar menjalani hari-harinya setelah divonis menderita sakit GERD dan kawan-kawan. Selama membaca AGAA rasanya saya seperti ikut merasakan seluruh kesakitan, kesedi...

Kan, Masih Anak-Anak!

Anak-anak selalu digambarkan sebagai sosok yang aktif, lucu, menggemaskan, manja, dan nakal. Kata terakhir inilah yang mengendap begitu lama dalam pikiran saya, sehingga membuat saya tergelitik untuk membuat tulisan ini. Sampai sejauh mana kenakalan anak-anak masih bisa ditolerir, dianggap wajar? Ada seorang ibu yang berkunjung ke rumah temannya sambil membawa anak kecil. Anaknya sangat aktif, tidak bisa diam. Berlarian ke sana kemari sambil memegang barang-barang milik tuan rumah. Apa saja dipegang. Gelas minuman, toples makanan, helm, hiasan pajangan, keramik ... Sepasang mata sang tuan rumah--yang juga perempuan--tak lepas mengawasi sambil berusaha mendengarkan apa yang dibicarakan tamunya. Sesekali tersenyum. Namun hatinya berbisik waswas, Aduh, nanti kalau pecah bagaimana, ya? Sementara ibu tamu tetap duduk manis di sebelah tuab rumah, mengobrol dengan serunya. Hanya sesekali berseru, "Adek, jangan! Ayo kembalikan! Jangan ke sana-sana, tidak boleh!" ...