Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2019

Berburu Buku Enid Blyton

Enid Blyton.  Siapa yang tidak tahu penulis novel anak legendaris ini? Masa kecil saya pun menjadi lebih seru bersama buku-buku karya Enid Blyton. Sebutlah judul-judul yang sangat populer, serial Lima Sekawan, Sapta Siaga, Pasukan Mau Tahu, dan serial Si Badung. Perkenalan saya dengan buku Enid Blyton adalah saat masih di TK. Membaca pun belum lancar. Ibu meminjamkan buku anak berjudul Cermin Ajaib. Saya suka sekali dengan cerita-cerita dalam buku itu. Membacanya sampai berulang-ulang. Meskipun sudah tamat dan tahu semua ceritanya, saya masih meminta orang dewasa di rumah (Ibu dan Tante) membacakannya ulang. Lalu buku itu dikembalikan pada sang pemilik. Meskipun saya sangat sayang ..., saya tidak bisa menahannya karena buku itu memang bukan milik saya. Saat saya SMP, ibu saya bekerja sebagai karyawati di sebuah toko buku terkenal. Di toko buku itu ada perpustakaan khusus karyawan. Setiap pulang bekerja, Ibu membawakan buku-buku Enid Byton dan Harry Potter untuk saya b

Tradisi Lebaran Jangan Sampai Memberatkan

Hari Raya Idul Fitri telah berlalu, namun suasananya masih terasa. Sisa-sisa kue, sirup, mungkin THR atau salam tempel... Hehe... Tak apalah, asal jangan sisa utang! Utang puasa? Oh, bukan! Utang uang yang harus dibayar demi memenuhi kebutuhan hari raya. Nah, inilah yang akan saya bahas.  Menjelang hari raya kita pasti memikirkan banyak kebutuhan. Membeli makanan dan minuman untuk menjamu tamu, baju baru, sepatu baru, atau mukena baru. Meskipun baju baru atau sepatu baru (juga kue lebaran, ketupat, opor ayam dan kawan-kawan) bukanlah suatu keharusan atau bersifat wajib, tapi tampaknya di Indonesia sudah menjadi tradisi. Ada sebagian orang yang merasa bahwa Idul Fitri tanpa semua itu tidaklah seperti hari raya. Maka mereka mengusahakan dengan berbagai cara agar di hari raya ada baju baru, sepatu baru, plus aneka makanan lezat. Jika mereka sedang berpunya, tentu tak apa. Tapi bila tidak? Tabungan tak punya, THR pun tak ada, apa yang kemudian dilakukan? Utang

Untuk Sinetron yang Suka Bertengkar

Dulu saya adalah penonton setia sinetron negeri ini. Namun sejak tahun 2000 ke atas tidak lagi. Selain karena sudah berpindah halauan, saya merasa semakin lama cerita sinetron semakin tidak bermutu. Ambillah contoh sinetron atau film televisi yang memiliki label "religi" dan menjadi andalan sebuah stasiun televisi swasta. Judulnya panjang bak gerbong kereta api. Nah, sudah tahu kan, maksud saya yang mana? Bungkusnya saja religi. Tapi isinya? Ceritanya? Selalu berputar pada orang-orang yang jahat-menjahati, saling menzalimi satu sama lain. Misalnya suami jahat pada istrinya, istri judes pada suaminya, menantu kurang ajar pada mertua, mertua sadis pada menantu, anak durhaka pada orangtua, atau orangtua sia-sia pada anak. Di dalam satu keluarga pasti ada anggota yang jahatnya luaarrrr... biasa, melampaui batas. Sampai-sampai membuat penonton bertanya-tanya, ini manusia atau setan? Selain itu cobalah perhatikan, amati film religi ini dari awal sampai akh

Amplop Sumbangan, Sosial Atau Gengsi?

Peristiwa ini sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Waktu itu, di lingkungan tempat sekolah saya berada, salah seorang warganya meninggal dunia. Kegiatan belajar mengajar diakhiri lebih cepat dan guru-guru mengimbau agar kami, para siswa menyempatkan diri untuk melayat ke rumah duka walau sebentar. Saya dan teman sebangku sepakat akan melayat bersama. Kami membeli amplop putih kecil untuk memasukkan uang sumbangan.  Teman saya melihat sejumlah uang yang akan saya masukkan dan cepat-cepat mencegah. "Jangan segitu! Kebanyakan!" Kemudian teman saya menjelaskan bahwa biasanya jumlah uang yang diberikan untuk sumbangan orang meninggal tidak banyak. Kalau sumbangan untuk orang menikah, barulah orang akan memberi banyak. Saya kurang memerhatikan aturan "sumbang-menyumbang". Karena ketika saya masih SMA, tentu saja yang punya kewajiban "nyumbang" adalah orangtua. Namun saya tidak paham dengan tradisi pemberian sumbangan yan

LAUT BIRU KLARA, Memandang Kekurangan Sebagai Suatu Kelebihan

Judul: Laut Biru Klara Penulis: Auni Fa Penerbit: METAMIND (Tiga Serangkai) Tebal: 330 halaman Cetakan: Pertama, Februari 2019 ISBN: 978-602-9251-77-7 Laut Biru Klara adalah novel karya Auni Fa kedua yang saya baca. Menceritakan tentang gadis kecil penderita autis bernama Klara yang tinggal di Kampung Pesisir miskin. Meski demikian, Klara memiliki kemampuan berenang luar biasa mengungguli kedua sahabatnya yang normal, Sea dan Gegar. Sea, anak perempuan nelayan yang digadang-gadang sebagai penerus keluarga, sebanarnya sangat benci dengan bau amis ikan. Bersama teman laki-lakinya, Gegar, Sea menjadi pengawal pribadi Klara. Menemani Klara bermain, mengantarnya pergi ke karang besar dan hutan. Sea dan Gegar juga selalu membela Klara jika anak itu dimarahi, dipukuli, atau dikurung di dalam rumah oleh Paman Bai--ayah Klara yang galak. Dalam suatu peristiwa, Gegar tewas tenggelam terseret ombak. Kepergian gegar membuat Klara dan Sea berduka. Namun untunglah tak b

Antologi Kisah Inspiratif KEPAK SAYAP SANG MALAIKAT

Judul: Kepak Sayap Sang Malaikat Penerbit: JWriting Soul Penulis: Ajeng Maharani | Alina Widya | Artie Puspita | Asma Ridha | Azizah Masdar | Deasy Hana | Dede Rian | Erie Jaegar | Fitriani Umar | Isti Syarifah | Ika Fajar Listianti | Kayla Mubara | Liana Safitri | Nurhayati Soetardjo | Nurul Hidayati | Mawar Dani | Rahadiani | Rizki Fujiyanti | Rosi Ochiemuh | Silvia Destriani | Sri Andayani | Siti Nurun Na'imah | Sri Widyowati Kinasih | Yunita Purnamasari Tebal: 258 halaman Cetakan: Pertama, Mei 2019 ISBN: 978-602-489-408-5 Harga: Rp68.000,00 Saya memutuskan untuk mengikuti event NUBAR (Nulis Bareng) 3 yang diadakan oleh Penerbit JWriting Soul karena salah satu persyaratan yang tidak biasa: khusus untuk perempuan. Di samping naskah yang diikutkan adalah kisah inspiratif yang sebisa mungkin berdasarkan kisah nyata. Saya langsung mendaftarkan diri melalui WA. Setelah menyelesaikan beberapa "tugas" dan berusaha mengesampingkan masalah