Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

OCEHAN KALA LISTRIK MATI

KONON katanya, zaman dulu ketika belum ada listrik, orang-orang akan keluar rumah saat malam bulan purnama. Sampai ada lagunya, Padhang Mbulan .  Tapi zaman sekarang kebalik. Ketika malam tiba, orang-orang akan masuk rumah dan menyalakan lampu. Saat mati listrik, dan di dalam rumah tidak ada sumber cahaya lain, banyak yang akan keluar rumah. Karena segelap-gelapnya di luar rumah, di dalam rumah masih lebih gelap. Hal itu pun saya alami. Beberapa hari lalu setelah siangnya menghadiri acara ulang tahun SMA, mulai jam enam sore terjadi pemadaman listrik di daerah tempat kos. Otomatis wifi mati, baterai ponsel tinggal sedikit. Mau baca buku gelap. Karena di tempat kos saya tidak bawa lampu kecil yang biasa saya gunakan waktu berada di kamar gelap di rumah. Saya duduk-duduk di depan kamar kos. Tetangga kos di kamar seberang ada seorang ibu muda dengan anak laki-lakinya yang masih kecil. Panggil saja mereka Mama Is dan Ivel. Kami mengobrol banyak sambil berharap listrik kembali m

ULANG TAHUN SMA NEGERI 1 GAMPING DAN PERESMIAN PERPUSTAKAAN WIJAYA KUSUMA

Beberapa waktu lalu seorang teman lama mengirim sebuah foto undangan lewat pesan WA. "Liana dapat undangan." Yang membuat saya terkejut, kop undangan itu ada logo sekolah disertai sederet aksara Jawa. Acara yang tertulis adalah "Syukuran dan Peresmian Perpustakaan Wijaya Kusuma Pustaka". Sejak jauh-jauh hari saya mempersiapkan diri untuk menghadiri pertemuan tersebut. Pikiran saya tak henti menerka-nerka, acara peresmian nanti akan seperti apa? Siapa saja yang diundang?  Pagi 25 Agustus, saya melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolah yang bertahun-tahun lalu menjadi tempat menuntut ilmu. Terakhir kali saya ke sana sekitar setahun lalu, saat mengantarkan novel Diary Gamophobia untuk perpustakaan--banyak ruangan sedang direnovasi. Sekarang saya lihat ruangan-ruangan yang dibangun sudah mulai selesai. Terutama, tentu saja perpustakaan. Tampak indah dengan cat warna-warni dengan meja kursi tak kalah semarak bak pelangi. Waktu akan masuk ke perpustakaan, guru-guru berl

TARUHLAH KATA "BAPER" DAN "LEBAY" PADA TEMPATNYA

Pernahkah ketika suasana hatimu sedang buruk, merasa sedih, kesal, kecewa, marah, atau putus asa--lalu kamu bercerita pada seseorang? Namun setelah mendengar ceritamu, orang itu berkomentar demikian. "Nggak usah lebay, ah!" "Kamu baper banget, sih, gitu aja dipikirin!" Saya tidak tahu bagaimana asal mulanya kata "baper" dan "lebay". Tapi saya pribadi tidak suka dengan kedua kata itu.  Kenapa? Saya mengamati peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar, sejak ada kata baper dan lebay, orang jadi cenderung tidak bisa menghargai perasaan orang lain. Misalnya... Seseorang bercerita kepada temannya tentang masalah yang sedang dia alami, mengungkapkan tentang kecemasannya, kekhawatirannya, dan kebingungannya. Apa yang harus dilakukan, ketika seolah semua jalan keluar tertutup? Namun setelah mendengar cerita tersebut, sang teman menunjukkan ekspresi santai. "Ah, kamu... cuma kehilangan tas seharga 200 ribu aja dipikirin sampai segitunya!

DI BALIK SOROT LAMPU

Dulu, karena suatu peristiwa, saya takut sekali dengan gelap.  Jika tidur, lampu harus menyala sepanjang malam. Ketika listrik mati, saya akan cepat-cepat keluar kamar dan kelabakan mencari lilin. Ketika lilin sudah dinyalakan pun, saya akan menarik selimut mampai ke atas kepala, memejamkan mata. Tapi perasaan seperti terperangkap membuat saya tidak bisa tidur sampai lampu menyala kembali. Setahun yang lalu, karena satu peristiwa yang lain juga, saya memilih pindah ke kamar belakang. Yang lampunya rusak, dan karena suatu alasan tidak memungkinkan untuk memperbaikinya. Saya tidur di kamar gelap itu. Kamar yang pertama, yang ada lampunya, hanya digunakan untuk menaruh rak-rak buku. Beberapa buku-buku timbunan yang belum selesai dibaca dan buku referensi yang sudah dibaca tapi masih diperlukan, saya bawa dari kamar depan ke kamar belakang. Jika satu tumpukan buku selesai, saya ganti dengan tumpukan buku lain. Di siang hari saya membaca buku seperti biasa. Menjelang magrib, say

MALU DAN TAKUT

"Jika orang sudah tidak punya rasa malu dan takut, maka dunia ini hancur." Itu kata wali kelas saya bertahun-tahun yang lalu. Diucapkan sekali saja, tapi entah kenapa langsung tertancap di pikiran saya. Yang pada saat pertama kali saya mendengarnya, langsung mbatin, 'Kenapa sih, kok, malu dan takut? Kenapa bukan yang lain?' Kemudian baru terjawab bulan ini ketika saya membaca dua buku motivasi islami yang semuanya menyinggung tentang rasa malu. "Jika tidak malu, berbuatlah semaumu." "Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu." Oh... jadi ini yang dimaksud Pak Wali Kelas dulu. Atau kata-kata yang sering dilontarkan orang, "Jangan begitu, ah, malu. "Jangan malu-maluin." Ada juga yang biasa diucapkan dengan nada tinggi,  "Dasar tidak tahu malu!" Langsung saja saya flash back ke masa lalu. Menggali hal memalukan apa saja yang pernah dilakukan--sendiri, maupun berkaitan dengan orang lain. Ah, seandainya saya me

TIDAK SEMUA HAL BISA DIJADIKAN BAHAN BERCANDA

INI BERAWAL DARI SEORANG TEMAN FACEBOOK Setiap kali saya memposting sesuatu--tulisan ringan cerita kejadian sehari-hari, review  buku, sampai foto suatu benda, dia komentari dengan bercanda dilengkapi emot tertawa. Sekali, dua kali saya balas komentarnya dengan komentar bercanda pula.  Lama-lama jadi males. "Ini orang kenapa, sih? Kok setiap kali aku posting sesuatu dia bercanda? Malah jadi merasa kayak diledekin." Suatu ketika saya posting foto buku disertai caption , "Rindu ke toko buku, tapi masih dikurung karena corona." Dia komentar, "Kalau sudah nikah nggak bakal kepikiran beli buku lagi, kali. Sudah pusing mikirin kebutuhan hidup." Tampaknya komentar yang biasa, ya? Tapi coba pikirkan lebih mendalam .... Bagi saya yang sangat percaya bahwa setiap ucapan adalah doa, sehingga harus berhati-hati dan benar-benar dipilih, komentar itu bisa menjelma menjadi "kutukan" yang sangat buruk. Yang seolah mendoakan kalau saya sudah menikah n

DIBAIKI NGELUNJAK, DIDIAMKAN SEMAKIN MENJADI, DIKASIH TAHU BIKIN RAME. MAUMU APA?

Ini tentang orang yang tinggal di sebelah rumah. Yang "katanya" disebut saudara paling dekat. Yup! TETANGGA.  Beberapa waktu lalu ada berita tentang seseorang yang membangun pembatas di jalan yang bersebelahan dengan rumah tetangganya. Katanya orang yang membangun pembatas itu merasa jengkel karena ayam tetangga sering mengotori pekarangannya. Tapi saya tidak mau membahas berita yang di tv itu. Pasti sudah banyak yang tahu lah. Saya cuma mau bilang: betapa peliknya berurusan (bermasalah) dengan tetangga.  Dulu waktu saya kerja di laundry  (yang pertama) bos saya bermasalah dengan tetangganya karena tanah di bagian belakang rumah "dipepet" sama tetangga untuk mendirikan bangunan rumah dia. Bu Bos mendatangi pemilik rumah itu. Ya, intinya mengatakan kalau dia keberatan tanah yang disisakan itu dipepet untuk bangun rumah. Ngomongnya baik-baik. Tidak pakai ancaman atau lagak sok kuasa. Tapi tetangga bos saya cuek saja. Malah seperti tidak terima dibilangin b